BAB III
MEMAHAMI KEPUASAN PELANGGAN
Untuk membahas lebih lanjut kita akan membahas apa itu
pelanggan, untuk lebih mendapat kan gambaran pelanggan/konsumen, diantaranya
adalah :
1.
Pelanggan/konsumen menurut UU Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan
atau jasa yang tersedia dimasyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
2. Konsumen trend setter. Tipikal konsumen ini
selalu suka akan sesuatu yang baru, dan dia mendedikasikan dirinya untuk
menjadi bagian dari gelombang pertama yang memiliki atau memanfaatkan teknologi
terbaru. Motivasinya bisa disebabkan gengsi, namun tidak sedikit dari mereka
yang memang paham dan memiliki tingkat ketertarikan yang tinggi untuk mencoba
teknologi baru. Konsumen seperti ini yang sering dijadikan rujukan oleh orang
sekitarnya. Biasanya mereka memiliki daya beli yang kuat, atau sedikitnya
sangat termotivasi untuk megalokasikan penghasilannya untuk membeli teknologi
terbaru. Konsumen jenis ini tidak terlalu banyak jumlahnya, sekitar 5 sampai
10%. Namun memiliki pengaruh sangat signifikan terhadap konsumen follower. (www
RSI Bahasa)
3.
Berikutnya adalah jenis konsumen yang mudah dipengaruhi, terutama oleh konsumen
tren setter, sehingga disebut sebagai follower atau pengikut. Kelompok ini
sangat signifikan, karena membentuk persentase terbesar, kelompok ini disebut
konsumen follower. ”Follower. Konsumen ini adalah orang-orang yang terimbas
efek dari konsumen trend setter. Sering disebut Sebagai kelompok gelombang ke 2
(dua), alasan gengsi biasanya lebih mendominasi mereka untuk membeli produk.
Mereka sangat mudah terprovokasi perkembangan terbaru. Apapun yang sedang
menjadi tren akan diikuti oleh mereka. Jumlah mereka adalah yang terbesar dalam
populasi konsumen, yaitu dapat mencapai 30 hingga 70% dari total konsumen.
Jenis konsumen ini dapat dibedakan lagi atas kemampuan daya belinya. Bagi
mereka yang memiliki daya beli yang cukup kuat, konsumen follower akan menyerap
produk-produk terbaru yang bermerek yang persis sama dengan yang digunakan oleh
konsumen trend setter. Namun untuk yang daya belinya lemah, mereka akan beralih
pada produk-produk subtitusi atau bekas yang secara fisik hampir mirip, namun
dari kualitas dan harga sangat berbeda. Komposisi dari kedua jenis konsumen ini
lebih kurang adalah 30:70”. (www RSI Bahasa)
4. Sedangkan
jenis konsumen yang terakhir (Value seeker), adalah mereka yang memiliki
pertimbangan dan pendirian sendiri. Kelompok ini jumlahnya lebih besar dari
kelompok pertama, sehingga patut pula diberi perhatian khusus atau yang disebut
konsumen ”value seeker”. Jenis konsumen ini relatif sulit untuk dipengaruhi,
karena mereka lebih mendasarkan kebutuhan mereka terhadap alasan-alasan yang
rasional. Konsumen ini selalu kritis akan value yang mereka peroleh dari setiap
rupiah harga produk. Banyak dari mereka yang mengamati tehnologi, di menyadari
bahwa teknologi baru selalu berharga sangat mahal pada awal peluncurannya.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, semakin lama teknologi tersebut akan
menjadi murah. Mereka dapat bersabar selama beberapa bulan sebelum kemudian
baru membeli produk yang mereka inginkan setelah mereka rasa harganya sudah
lebih masuk akal. Pemahaman mereka kurang lebih sama dengan konsumen trend
setter. Namun mereka lebih mengutamakan faktor value daripada gengsi dalam
membeli produk teknologi.
5. Konsumen
pemula, Jenis konsumen pemula cirinya adalah pelanggan yang datang banyak
bertanya. Dan konsumen pemula merupakan calon pelanggan dimasa yang akan
datang.
6. Konsumen
curiga, ada konsumen yang datang dengan rasa curiga bahwa Anda menjual barang
gelap dengan harga gelap dan untung Anda berlipat. Jadi dia akan menawar di
bawah harga kepantasan.
7. Konsumen
pengadu domba, ada jenis konsumen lain lagi, yaitu yang suka mengadu domba.
Mungkin karena menganggap anda adalah domba yang layak diadu-adu. Konsumen
jenis ini suka mengatakan bahwa harga di tempat lain lebih murah daripada
barang yang Anda tawarkan.
8. Konsumen
pengutil, Ada lagi jenis konsumen yang suka mengutil. Dia sering bertanya apa
saja, yang pada intinya bertujuan agar Anda bingung dan linglung, dan pada
akhirnya setelah konsumen tersebut pergi, Anda mendapatkan ada barang yang
hilang. Konsumen jenis ini tidak selalu kumal. Kadang dan biasanya malah
berpenampilan perlente.
9. Konsumen
yang loyal pada harga, Inilah tipikal konsumen pada umumnya. Loyalitasnya hanya
pada harga bukan pada Anda. Kalau harga kompetitor Anda lebih murah dia akan
lari ke sana.
10. Konsumen
banyak uang, Ini yang kita cari. Uangnya banyak, tidak cerewet, lagi penurut.
Tapi hati-hati menanganinya. Bagi mereka biasanya mutu nomor satu. Anda harus
menyuguhkan hanya yang terbaik. Sekali kecewa, mereka pindah ke pesaing
11. Konsumen
kumuh, sesungguhnya penampilan kumuh atau perlente tidak pernah mengatakan
apa-apa. Banyak konglomerat, purnawirawan atau bos-bos besar keluar-masuk toko
sengaja memakai kaos oblong dan celana pendek. Pasti bukan untuk memperdaya
kita, agar kita menjual murah, melainkan karena begitulah memang kepribadian
mereka yang sejati: sederhana, apa adanya. Ada pepatah bilang: Don't judge the
book from the cover. Jangan menghakimi orang dari penampilannya. (Kurniwan
Junaedie – jurus sukses bisnis tanaman hias)
PENGERTIAN KEPUASAN
Kepuasan merupakan
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang
dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi
dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan pelanggan
sepenuhnya dapat dibedakan pada tiga taraf , yaitu:
· Taraf pertama: Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar pelanggan,
contoh : Wiraniaga Televisi A menunjukan jenis TV yang dibutuhkan seseorang
pelanggan. Ia menanyakan merek, berapa ukurannya, kemudian dicoba dan akhirnya
dikemas.
· Taraf kedua: memenuhi harapan pelanggan dengan cara
yang dapat membuat mereka akan kembali lagi. Contoh: Wiraniaga Televisi B
menunjukan jenis TV yang dibutuhkan seorang pelanggan. Ia menunjukan juga jenis
Televisi apa yang diperlukan (disesuaikan dengan ruangan dan tempat TV
pelanggan), dijelaskan keuntungannya, kemudian di cek dan dicoba, dikemas pada
kemasannya. Dan ditanyakan cara membawanya, apakah akan diantar atau akan
dibawa sendiri TV?
· Taraf ketiga: melakukan lebih daripada apa yang
diharapkan pelanggan. Contoh : Wiraniaga Televisi C (selain seperti Wiraniaga
Televisi B), juga dijelaskan berbagai hal tentang kualitas TV dan perbedaan
dari masing-masing jenis TV, jenis kemasan (vacum atau tidak dan selain itu
diberikan alternatif Televisi dari industri yang lain (TV pipih atau tebal ). Setelah
itu dikemas, dan ditanyakan diantar atau dibawa sendiri, jika dibawa sendiri
diserahkan Televisi tersebut sambil tersenyum serta mengucapkan terima kasih.
Konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan
yang berbeda. Ada yang mendiamkan saja dan ada pula yang melakukan komplain.
Berkaitan dengan hal ini, ada tiga jenis kategori tanggapan atau komplain
terhadap ketidakpuasan (Singh, 1988), yaitu:
1. Voice
response Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung
dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan, maupun kepada
distributornya. Bila pelanggan melakukan hal ini, maka perusahaan masih mungkin
memperoleh beberapa manfaat. Pertama, pelanggan memberikan kesempatan sekali
kepada perusahaan untuk memuaskan mereka. Kedua, resiko publikasi buruk dapat
ditekan, baik publisitas dalam bentuk rekomendasi dari mulut ke mulut, maupun
melalui koran/media massa. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah ketiga,
memberi masukan mengenai kekurangan pelayanan yang perlu diperbaiki perusahaan.
Melalui perbaikan (recovery), perusahaan dapat memelihara hubungan baik dan
loyalitas pelanggannya.
2. Private
response Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahukan
kolega, teman, atau keluarganya mengenai 53 pengalamannya dengan produk atau
perusahaan yang bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan
dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan.
3.
Third-party response Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi
secara hukum; mengadu lewat media massa (misalnya menulis di Surat Pembaca);
atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum, dan
sebagainya. Tindakan seperti ini sangat ditakuti oleh sebagian besar perusahaan
yang tidak memberi pelayanan baik kepada pelanggannya atau perusahaan yang
tidak memiliki prosedur penanganan keluhannya kepada masyarakat luas, karena
secara psikologis lebih memuaskan. Lagipula mereka yakin akan mendapat
tanggapan yang lebih cepat dari perusahaan yang bersangkutan.
Paling tidak ada empat faktor yang mempengaruhi apakah
seorang konsumen yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak (Day dalam
Engel et al., 1990). Keempat faktor tersebut adalah:
1. Penting
tidaknya konsumsi yang dilakukan, yaitu menyangkut derajat pentingnya produk
bagi konsumen, harga, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi produk, serta
social visibility.
2.
Pengetahuan dan pengalaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman akan
produk, persepsi terhadap kemampuan sebagai konsumen, dan pengalaman komplain
sebelumnya.
3. Tingkat
kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, meliputi jangka waktu penyeleseian
masalah, gangguan terhadap aktivitas rutin, dan biaya.
4. Peluang
keberhasilan dalam melakukan komplain.
KONSEP KEPUASAN PELANGGAN
Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa, atau
perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau
dimensi. Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap
suatu produk manufaktur (Garvin dalam Lovelock, 1994; Peppard dan Rowland,
1995) antara lain meliputi:
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari
produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan
bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam
mengemudi, dan sebagainya. 57
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu
karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan
eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock, power steering, dan
sebagainya.
3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan
mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering
macet/rewel/rusak.
4. Kesesuaian dengan
spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik
desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk
truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama
produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun
umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan mobil buatan Amerika atau
Eropa lebih baik daripada mobil buatan Jepang.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi,
kenyamanan, mudah direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan
yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga sela proses
penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan
ketersediaan komponen yang dibutuhkan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera,
misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna,
dan sebagainya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu
citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya
karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciriciri produk yang akan
dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek,
iklan, reputasi 58 perusahaan maupun negara pembuatnya. Umumnya orang akan
menganggap merek Mercedez Roll Royce, Porsche, dan BMW sebagai jaminan mutu.
Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat
intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor berikut
(Parasuraman, et al., 1985):
1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf
dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan
tanggap.
4. Jaminan
(assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau
keragu-raguan.
5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan
PENGERTIAN HARAPAN PELANGGAN
Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam
menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada
dasarnya adalah hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan
pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai
standar atau acuan.
Umumnya faktor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi
kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau, rekomendasi dari mulut ke mulut, dan
iklan. Zeithaml, et al. (1993) melakukan penelitian khusus dalam sektor jasa
dan mengemukakan bahwa harapan pelanggan terhadap kualitas suatu jasa terbentuk
oleh beberapa faktor berikut:
1. Enduring Service Intensifiers Faktor ini merupakan faktor
yang bersifat stabildan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitas
terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan
filosofi pribadi seseorang tentang jasa. Seorang pelanggan akan berharap bahwa
ia patut dilayani dengan baik pula apabila pelanggan lainnya dilayani dengan
baik oleh pemberi jasa. Selain itu, filosofi individu (misalnya seorang nasabah
bank) tentang bagaimana memberikan pelayanan yang benar akan menentukan
harapannya pada sebuah bank.
2. Personal Needs Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar
bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut
meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis.
3. Transitory
Service Intensifiers Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat
sementara (jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap
jasa. Faktor ini meliputi: · ·Situasi darurat pada saat pelanggan
sangat membutuhkan jasa dan ingin perusahaan bisa membantunya (misalnya jasa
asuransi mobil pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas). · Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula
menjadi acuannya untuk menentukan baik
buruknya jasa berikutnya.
4. Perceived Service Alternativies Perceived Service
Alternatives merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajat
pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa
alternatif, maka harapannya terhadap suatu jasa cenderung akan semakin besar.
5. Self-Perceived Service Roles Faktor ini adalah persepsi
pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa
yang diterimanya. Jika konsumen terlibat dalam proses pemberian jasa dan jasa
yang terjadi ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak bisa menimpakan
kesalahan sepenuhnya pada si pemberi jasa. Oleh karena itu, persepsi tentang
derajat keterlibatannya ini akan mempengaruhi tingkat jasa/pelayanan yang
bersedia diterimanya.
6. Situational Factors Faktor situasional terdiri atas segala
kemungkinan yang bias mempengaruhi kinerja jasa, yang berada diluar kendali
penyedia jasa. Misalnya pada awal bulan biasanya sebuah bank ramai dipenuhi
para nasabahnya dan ini akan menyebabkan seorang nasabah menjadi relatif lama
menunggu. Untuk sementara waktu, nasabah tersebut akin menurunkan tingkat
pelayanan minimal yang bersedia diterimanya karena keadaan itu bukanlah
kesalahan penyedia jasa.
7. Explicit Service Promises Faktor ini merupakan pernyataan
(secara personal atau non personal) oleh organisasi tentang jasanya kepada
pelnggan. Janji ini bisa berupa iklan, perjanjian, atau komunikasi dengan
karyawan organisasi tersebut.
8. Implicit Service Promises Faktor ini menyangkut petunjuk
yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang
jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan. Petunjuk yang
memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (harga) dan
alat-alat pendukung jasanya. Pelanggan biasanya menghubungkan harga dan
peralatan (tangible assets) pendukung jasa dengan kualitas jasa. Harga yang
mahal dihubungkan secara positif dengan kualitas yang tinggi. Misalnya,
kendaraan angkutan umum yang sudah tua dan kotor dianggap hanya cocok bagi
masyarakat bawah yang lebih mementingkan tiba di tujuan dari pada kenyamanan
saat perjalanan.
9. Word of Mouth (Rekomendasi/Saran dari Orang lain)
Word-of-Mouth merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang
disampaiakn oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada
pelanggan. Word-of-Mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan Karena yang
menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman,
keluarga, dan publikasi media massa. Di samping itu, Word-ofMouth juga cepat
diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi
jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.
10. Past Experience Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal
yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya di
masa lalu. Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang seiring
dengan semakin banyaknya informasi (nonexperience information) yang diterima
pelanggan serta semakin bertambahnya pengalaman pelanggan. Pada gilirannya,
semua ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
PENGUKURAN KEPUASAN PELANGGAN
Kotler, at al, (1996) mengidentifikasi 4 metode untuk
mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem
Keluhan dan Saran Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer
oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa
berupa kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah
dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi
langsung maupun dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telpon bebas pulsa,
dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh dari metode ini dapat
memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga
memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif,
maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya.
Bisa saja mereka langsung beralih 64 pemasok dan tidak akan membeli produk
perusahaan tersebut lagi. Upaya mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan
juga sulit diwujudkan dengan metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak
memberikan timbal balik dan tindak lanjut yang memadai kepada mereka yang telah
bersusah payah berfikir (menyumbangkan ide) kepada perusahaan.
2. Ghost
Shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai
pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka
melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan
dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk
tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat mengamati cara perusahaan
dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan
menangani setiap keluhan. Ada baiknya para manajer perusahaan terjun langsung
menjadi ghost shopper untuk mengatahui langsung bagaimana karyawannya
berinteraksi dan memperlakukan pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu
kalau atasannya sedang melakukan penelitian atau penilaian (misalnya dengan
cara menelpon perusahaannya sendiri dan mengajukan keluhan atau pertanyaan).
3. Lost
Customer Analysis Perusahaan sebaiknya menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal
itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan
selanjutnya. Bukan hanya saja yang perlu, tetapi pemantauan juga penting, di
mana peningkatan menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan
pelanggannya.
4. Survei
Kepuasan Pelanggan Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang
dilakukan dengan penelitian survei, baik survei melalui pos, telepon maupun
wawancara pribadi. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik (feed back) secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan
tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para
pelanggannya.
Bagaimana memacu mutu lebih tinggi
Custom Research Incorporate (CRI) di Amerika Serikat
menggunakan kreteria Baldrige untuk dapat meningkatkan mutu dari suatu produk,
yaitu:
· Menjalankan strategi yang berpusat pada membangun
hubungan dekat dengan pelanggan.
· Di organisasi berdasarkan tim antar divisi yang
berpusat pada pelanggan
· Mengembangkan proses dan prosedur untuk menyelesaikan
pekerjaan dan mengukur hasilnya.
· Bertanya pada pelanggan secara eksplisit apa yang
mereka harapkan dari hubungan kemitraan.
· Mencari umpan balik dari pelanggan tentang
masing-masing produk maupun hubungan keseluruhan.
· Mempekerjakan orang-orang terbaik dan menananam modal
dalam pengembangan diri mereka.
· Tetap fleksibel, gesit, cepat bergerak dan memberi
wewenang pada semua untuk “bertindak saja”
· Bergembira dengan suka ria dan pemberian penghargaan
· Terus membangun mutu
· Tidak pernah puas
RANGKUMAN
1. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar
dapat sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan
dan mempertahankan pelanggan. Dengan demikian, setiap perusahaan harus mampu
memahami perilaku konsumen pada pasar sasarannya. Melalui pemahaman perilaku
konsumen, pihak manajemen perusahaan dapat menyusun strategi dan program yang
tepat dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada dan mengungguli para
pesaingnya.
2. Kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja
yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan pelanggan sepenuhnya dapat dibedakan
pada tiga taraf, yaitu: Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar pelanggan, memenuhi
harapan pelanggan dengan cara yang dapat membuat mereka akan kembali lagi,
melakukan lebih daripada apa yang diharapkan pelanggan. Konsumen yang merasa
tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda. Ada yang mendiamkan saja
dan ada pula yang melakukan komplain. Berkaitan dengan hal ini, ada tiga jenis
kategori tanggapan atau komplain terhadap ketidakpuasan, yaitu: voice response,
private response, dan thirdparty response.
3. Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk
menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan
dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan
pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut
ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan
4. Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa, atau
perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau
dimensi. Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap
suatu produk manufaktur antara lain meliputi: kinerja (performance), ciri-ciri
atau keistimewaan tambahan (features), keandalan (reluability), kesesuaian
dengan spesifikasi (conformance to specifications), daya tahan (durability),
serviceability, estetika, dan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality).
Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen
umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor berikut: bukti langsung
(tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan
(assurance), dan empati.
5. Harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan
tentang apa yang akan diterimanya. Pengertian ini didasarkan pada pandangan
bahwa harapan merupakan standar prediksi. Umumnya faktor-faktor yang menentukan
harapan pelanggan meliputi kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau,
rekomendasi dari mulut ke mulut, dan iklan.
6. Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan
telah menjadi hal yang esensial bagi setiap perusahaan, karena langkah tersebut
dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan
implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Terdapat 4 metode dalam
mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut: sistem keluhan dan saran,
ghost shopping, lost customer analysis, dan survei kepuasan pelanggan.
7. Teori serta model yang mengukur kepuasan pelanggan antara
lain : teori EM (Experiential Modules), EM menggunakan pendekatan holistik dari
seluruh pengalaman: indra (sense), perasaan/afeksi (feel), kognitif (think),
fisik dan gaya hidup (act), serta hubungan dengan kultur atau referensi
tertentu (relate) yang akhirnya mampu memberikan dimensi/imajinasi terhadap
satu produk. emotional branding (EB), yakni upaya mengembangkan merek dengan
menonjolkan benefit emosional ketimbang benefit fungsional (fitur) dan rasional
(harga). Keduanya merupakan dua sisi keping mata uang yang sama, dengan EB yang
berperan sebagai alat dialog/komunikasi antara produsen dan konsumen.
8. Mutu adalah keseluruhan ciri serta sifat produk yang
berpengaruh pada kemampuannya memenuhi kebutuhan yang dinyatakan atau yang
tersirat. Manajemen mutu total dapat dilihat sebagai pendekatan utama untuk
mendapatkan kepuasan pelanggan dan keuntungan industri. Industri harus memahami
bagaimana pelanggannya memandang mutu dan tingkat mutu yang diharapkan
pelanggan. Untuk mengelola manajemen secara baik dan praktis, maka dapat dibagi
atas tiga suara, yaitu Voice of Customer, Voice of Employee dan Voice of
Process